Telur Infertil dan Polemiknya di Masa Pandemi
Sebagian orang yang awam dengan dunia peternakan mungkin tidak mengindahkan terkait hasil peternakan tersebut. Salah satu hasil peternakan yang cukup mudah ditemukan adalah telur ayam. Telur yang mungkin kita tahu hanya telur ayam kampung atau telur ayam petelur. Hanya dua itu saja. Satunya berwarna putih, satunya lagi berwarna coklat.
Belakangan ramai lagi ketika media besar memberitakan terkait telur infertil. Padahal telur jenis ini sudah ada dari dulu. Sejak dunia peternakan ayam muncul, telur jenis ini juga ikut muncul. Lalu kenapa kembali ramai? Mungkin karena sedang masa pandemi. Dunia peternakan pasti ikut terpengaruh oleh pandemi ini.
Apa itu telur infertil?
Telur infertil atau HE (Hatched Egg) adalah telur yang kurang subur dari ayam. Secara harfiah begitu, infertil bermakna tidak (kurang subur). Namun menurut sains, telur infertil merupakan telur yang tidak memiliki embrio di dalamnya. Jadi di peternakan ada suatu proses yang dinamakan candling atau peneropongan. Di sini peternak memperhatikan apakah di dalam telur terlihat embrionya.
Telur infertil merupakan telur yang dipisahkan oleh peternak karena tidak terlihat embrio. Ada embrio merupakan tanda bahwa telur bisa menetas pada hari ke-21. Sedangkan telur infertil tidak ada embrio karena dihasilkan oleh induk tanpa dibuahi. Alhasil, tidak akan menetas jika ditunggu sampai hari penetasan. Hal ini yang memicu muncul telur infertil di pasaran.
Mengapa telur infertil tetap dijual?
Peternakan di Indonesia tentu ada banyak jumlahnya. Peternakan ayam pun bisa dibagi menjadi 2 jenis. Peternakan ayam petelur dan peternakan ayam pedaging. Satunya untuk memasarkan telur dan satunya lagi untuk memasarkan daging ayam. Kita berfokus pada peternakan ayam pedaging.
Peternakan ayam jenis ini perlu mengembangbiakan ayam seproduktif mungkin. Sehingga bisa menghasilkan banyak daging. Perlu kesuburan pada induk dan jantannya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada kalanya masa subur pada ayam betina. Masa di mana induk bisa menghasilkan telur tanpa dibuahi jantannya. Haa?
Memangnya ada yang seperti itu? Ada. Bahwa ayam betina pun memiliki masa untuk siap dibuahi. Tetapi tidak dibuahi sampai akhirnya betina tersebut mengeluarkan telurnya. Telur inilah yang disebut infertil. Telur ini masih bisa dikonsumsi sebelum membusuk. Jangka waktunya bermacam-macam. Paling lama seminggu.
Hal itulah yang membuat telur infertil dijual oleh para peternak. Sebelum membusuk akan dipasarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Harga telur infertil hanya berkisar antara Rp6.000 hingga Rp7.000/Kg. Berbeda dengan telur fertil atau telur pada umumnya yang memiliki harga jauh lebih mahal, yaitu Rp20.000 hingga Rp35.000/Kg.
Sehingga ketimbang telur membusuk. Justru akan lebih menguntungkan jika diuangkan. Mengingat telur merupakan komoditas yang populer di pasaran. Biasa disajikan untuk berbagai jenis makanan. Telur bisa dijadikan lauk untuk menemani nasi. Telur juga bisa dijadikan bahan pembuatan kue, dan sebagainya.
Perbedaan fisik telur infertil dengan telur umumnya
Mungkin ada yang bertanya-tanya terkait perbedaan fisik atau yang kasatmata dari 2 jenis telur ini. Antara telur infertil dengan telur fertil. Memang sulit membedakannya jika kita berkunjung langsung ke pasar. Kita membutuhkan alat berupa senter dan ruangan gelap untuk menerawang isi di dalam telur tersebut.
Gambar di atas merupakan proses candling atau peneropongan dari Mitra Jaya Company. Perusahaan yang memproduksi mesin penetas telur dan mesin lainnya terkait peternakan. Sehingga kita bisa menilai telur tersebut infertil atau fertil dari gumpalan yang muncul saat proses peneropongan telur tersebut.
Orang awam seperti kita pasti sulit membedakannya. Gampangnya gini saja. Jika ada yang menawarkan harga telur ayam < Rp10.000/Kg. Saya pribadi yakin itu telur infertil. Mau tetap beli ya silakan, tidak beli justru disarankan. Masalahnya kita tidak tahu kapan telur infertil itu beredar di pasaran. Apesnya, besok atau lusa telur tersebut sudah busuk. Hih.
Kandungan dan rasa telur infertil
Ini dia poin yang mungkin ditanyakan oleh pembaca. Apakah kandungan dari telur infertil sama dengan telur fertil? Lalu bagaimana rasa telur infertil? Kali ini saya menemukan jawaban dari seorang profesor yang diwawancarai oleh salah satu media. Berikut ini jawaban Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Dr Hardinsyah MS
“Sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok, itu hanya masalah ada bibit sperma jantan atau tidak di dalam telur tersebut.” Papar beliau.
“Kemudian, satunya bisa ditetaskan satunya tidak bisa ditetaskan (telur infertil).” Lanjut beliau.
Jadi kata beliau secara kandungan dan rasa, telur infertil sama saja dengan telur fertil (telur umumnya). Dengan catatan kedua telur tersebut masih belum busuk atau layak makan. Mengenai rasa hanya masalah bumbu penyedap yang digunakan saat proses penyajian telur tersebut.
Polemik terkait telur infertil
Ternyata ada polemik terkait bisnis telur infertil. Ada pendapat lain yang saya ambil terkait pemasaran telur infertil. Salah satunya dari Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Jatim, Rofiyasifun, mengatakan penyebab harga telur ayam negeri merosot disebabkan telur infertil yang merembes ke masyarakat.
Meski kini harga telur ayam fertil kembali membaik. Beliau berpendapat kepada Kompas, Senin (4/5/2020), “Lagi banjir telur HE dari perusahaan-perusahaan breeding. Banyak telur dari breeding tidak ditetaskan, lalu merembes ke pasar. Ini yang buat harga telur ayam jatuh.”
Ini pun senada dengan regulasi dari pemerintah. Ada pasal yang memayungi polemik ini. Tertuang dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Bahwa dilarang memperjual belikan telur infertil.
Detailnya ada pada Bab III Pasal 13 yang berbunyi: Pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjual belikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.
“Murah karena telur ini harus segera cepat dijual, karena dia akan cepat busuk dalam seminggu. Makanya dijual sangat murah. Dari sisi kualitas juga kurang. Telur HE harusnya dimusnahkan atau untuk CSR perusahaan. Kenyataannya di lapangan telur HE banyak oknum perusahaan breeding memperjualbelikannya sebagai telur konsumsi dan dijual ke pasar.” Kata Rofiyasifun.
Telur infertil memang pada umumnya berasal dari perusahaan pembibitan ayam pedaging atau ayam broiler. Perusahaan besar yang biasanya menghasilkan daging-daging ayam. Tetapi, ada kalanya ada telur infertil yang tidak akan menetas. Jumlahnya menumpuk. Lalu, dimanfaatkan oleh sejumlah oknum. Diperjualbelikan telur tersebut di pasaran.
Hal ini yang memberi pengaruh harga telur fertil di pasaran. Saat harganya normal, berada di kisaran Rp23.000-26.000/Kg. Sementara di tingkat peternak dijual di kisaran Rp19.000-21.000/Kg. Dikarenakan merembesnya telur infertil di pasaran membuat harga telur fertil anjlok berkisar hanya Rp10.500-16.500 saja.