Memahami Ridwan Kamil : Ide, Gagasan dan Tanggapannya Terhadap Kritik
Foto dari : galihsedayu.wordpress.com
Ridwan Kamil. Tulisan ini diawali dengan perdebatan keras yang terjadi ketika tanggal 1 November 2015 saya membuat status di Facebook tentang kemacetan di Bandung (lihat disini). Awalnya gak ada apa-apa. Tapi ketika salah satu teman, Kang Rizky, nge-tag akun M. Ridwan Kamil, Walikota Bandung, dan kemudian beliau merespon di status saya, semua menjadi berbeda. Sudah hukumnya Facebook, ketika kita di tag, atau nge-tag atau sekedar nge-like atau komen, maka seluruh friend kita (yang aktif) di sosial media itu akan terinformasi. Ketika RK merespon dengan mengisi kolom komen, maka seluruh orang yang ada di friendlist-nya terinformasi. Ditambah lagi dengan banyaknya share, komen dan like disitu. Lengkap sudah akhirnya status saya menjadi viral. Menyebar kemana-mana.
Yang sebagian orang tidak tahu adalah saya dan RK bukan orang asing. Kami berteman. Sebelum menjadi walikota, RK adalah ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) periode 2008-13 dan saya adalah satu pengurus. Sampai dengan sekarang saya masih pengurus yang membawahi kreatif ekonomi di BCCF. Jadi, saya tahu bagaimana kiprah RK untuk Kota Bandung, bahkan belum menjabat menjadi walikota. Ide dan gagasannya selalu inovatif dan penuh dengan kreatifitas. Saya masih inget pesannya ketika terjadi pergantian Ketua BCCF di tahun 2013. Selalu tinggalkan jejak fisik dimanapun itu. Dan ini masih terlihat dibawa secara konsisten sampai sekarang.
Memahami RK, buat saya bukan hal yang sulit. Baca deh semua buku Richard Florida, mulai dari The Rise Of Creative Class, Cities and the Creative Class sampai dengan The Flight of the Creative Class atau Who’s Your City, semua ada disitu. Buku-buku itu melegitimasi RK untuk membawa warga urban Bandung ke arah yang lebih terbuka, dinamis, personal dan profesional. Lingkungan itu sudah dirasakan lama oleh Bandung ketika fakta mengatakan 60% warganya berada di level produktif, pekerja kreatif dan anak muda. RK percaya, dengan komposisi warga yang demikian, arah jangka panjang kesejahteraan bisa dicapai dengan perubahan masif ke ekonomi kreatif dengan dorongan teknologi. Akhirnya jadilah konsep teknopolis dan smart city.
Sayangnya, ide Richard Florida dianggap sebagai ide kaum elit. Bahkan, menurut Florida keberadaan gay dan lesbian adalah salah satu indikator tingginya tingkat ekonomi sebuah kota. Pernyataan ini, tentu saja, didebat oleh banyak orang. Walaupun demikian, teori Florida banyak dipakai oleh urban planner di USA. Dan RK adalah urban planner lulusan Berkeley. Mudah-mudahan indikator ini gak dipakai di Bandung..hehehehe
Mendalami apa yang ada di pikiran RK berarti memahami rekam jejaknya. Dengan pengalaman zero di politik, otomatis kendaraan popular RK di pilwakot 2013 hanya BCCF. Menjadi pendiri dan ketua, banyak hal yang sudah dilakukan. Salah satu yang paling fenomenal adalah pelaksanaan HelarFest. Ini adalah festival kreatif yang dilaksanakan pada kurun bulan tertentu dengan melibatkan banyak komunitas kreatif di Kota Bandung. Masih banyak lagi yang dilakukannya bersama dengan BCCF. Networking yang mendunia, dekat dengan British Council sampai dengan menginisiasikan Bandung sebagai kota kreatif dunia ke UNESCO.
Menjadi walikota berarti mempunyai banyak kesempatan untuk membangun Bandung. Salah satu ucapannya yang saya masih terngiang adalah : kota yang sehat itu apabila warganya bermain dan berinteraksi di ruang publik (Ternyata ini juga ada di buku The Rise of the Creative Class-nya Richard Florida, Chapter 8 : The Experiental Life) . RK mewujudkan impian itu dengan merevitalisasi banyak taman-taman kota. Sekarang hampir semua taman menjadi indah dan tematik. Kehebatan itu menjadi sempurna karena banyak diantara taman-taman ini yang dibangun kembali tidak menggunakan dana APBD. Korporasi dilibatkan. Dana CSR dimanfaatkan. Ini gebrakan yang belum tentu dipunyai oleh walikota lain. Salut.
Dan masih banyak gebrakan lain yang dibawa oleh walikota kesayangan warga Bandung ini. Semua indah. Belum lagi dengan aktifnya RK berinteraksi lewat sosial media. Canda dan guyonannya menjadikannya favorit di kalangan anak muda.
Hanya memang, sorotan di status saya tadi adalah mengenai kemacetan. Sampai dengan detik ini Bandung masih macet. Ini fakta. Karena status itu banyak yang mem-bully saya. Ketika status itu menjadi viral, semakin banyak orang yang komen tanpa membaca komentar yang ada di atasnya. Isu kemacetan menjadi semakin pudar. Ada yang mengatakan saya otak dengkul dan banyak yang mempertanyakan kontribusi saya untuk mengurangi kemacetan. Komen salah satu mantan mahasiswi saya yang kini tinggal di Eropa pun tak kalah galak. Menggugat status pendatang saya di Bandung. Saya sih nyengir saja sambil ngelus dada. Dada saya sendiri bukan dada orang lain 🙂
Saya yakin kok, kita semua berkontribusi untuk Kota Bandung. Saya tidak akan menyebutkan apa yang sudah saya lakukan. Takut menjadi riya. Tapi iya, saya juga sudah berkontribusi. Inshaa Allah.
Ketika RK menyebut saya sebagai dosen yang tidak tahu konsep planning pun saya hanya nyengir. RK dilantik bulan September 2013. Kemudian, kalau gak salah bulan Oktober 2013 dilaksanakan perubahan anggaran untuk tahun 2014 karena anggaran sudah disusun oleh walikota sebelumnya. Walaupun banyak yang disesuaikan, anggaran tahun 2014 masih diwarnai oleh orde sebelumnya. Tetapi untuk tahun 2015, anggaran Kota Bandung sepenuhnya milik RK. Disusun pada tahun 2014 dan dieksekusi tahun 2015. Begitu pula tahun 2016 dan seterusnya. Jadi, pengetahuan saya tentang konsep anggaran ini membuat saya mengerti bahwa semua program pemerintah itu tidak mungkin instan. Harus diajukan setahun sebelumnya dan dieksekusi tahun setelahnya. Belum lagi untuk pembangunan yang memakai skema multi-years. Warga harus lebih sabar lagi untuk merasakan hasilnya.
Tapi saya tidak mempersalahkan itu. Kalau RK dilantik tahun 2013 akhir, maka tahun 2015 ini adalah tahun keduanya. Janjinya di kampanye dulu adalah akan menyelesaikan masalah kemacetan di TAHUN KETIGA. Berarti masih ada satu tahu lagi untuk mengurai macetnya Kota Bandung. Gak percaya? Ini tautan dr Kompas mengenai janji itu : Janji Kampanye Ridwan Kamil. Mari kita tagih sama-sama nanti di tahun depan.
Dikarenakan status saya itu pula, saya jadi kepo melihat komentar-komentar dari hasil viralnya. Beberapa ada yang terheran-heran. Mengapa Fanpage RK di Facebook mempunyai bahasa yang lebih santun dan menyenangkan dibandingkan dengan akun pribadinya. Jawaban yang diberikan terasa lebih frontal dan menyerang. Membawa status saya sebagai dosen dan bahkan ada nada menyalahkan turis yang datang ke kota ini. Mungkin beliau lupa, di tahun 2012 saja, kontribusi pajak pariwisata dan hiburan untuk Kota Bandung mencapai 40% dari total PAD (lihat link). Artinya, turis memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian Kota Bandung. Bukan hanya pajaknya, tapi juga sebaran duwitnya. Turis secara langsung membelanjakan uangnya di angkot, penjahit di jalan cihampelas, pedagang kecil di seputaran jalan Riau dan bahkan tukang becak atau artis pelukis di jalan Braga.
Untuk saat ini, Bus Bandros bukan solusi untuk peningkatan turis masuk ke Kota Bandung. Malah banyak masalahnya. Ijin belum ada (lihat link), tapi kemarin-kemarin sudah jalan dengan gagahnya keliling Bandung. Baru saja memakan korban mahasiswa kesangkut kabel, terjatuh dan meninggal. Setelah kejadian baru dievaluasi ijinnya. Pengelolaan diberikan kepada LSM baru yang belum pernah mengurus bus sejenis. LSM ini ada yang dibentuk mendadak karena Bus Bandros tidak bisa dikelola oleh Pemkot. Bus ini adalah hibah CSR dari beberapa perusahaan besar yang harus dikelola oleh pihak ketiga yang independen.
Perbedaan intonasi, cara jawab dan kecenderungan antikritik yang ditunjukkan oleh RK semakin menegaskan justru RK harus dikritik. Jangan salah paham. Maksud saya disini adalah dikritik dengan penuh kasih sayang. Tidak perlu juga kritik yang menjelekkan atau menjatuhkan.
Ah tapi sudahlah, sebagai seorang teman yang baik, mengkritisi tetap harus tahu batas. Saya memohon maaf kepada Kang Emil kalau status saya atau pun komen dan artikel ini kurang berkenan. Sudah sewajarnya seorang kawan mengingatkan kawannya yang lain. Terima kasih sudah membuat Bandung semakin indah (ini juga fakta). Saya yakin betul Kang Emil akan melangkah jauh sebagai seorang pemimpin. Janji saya adalah, di pemilihan apapun, kalau ada RK disitu, saya tidak akan berpikir dua kali untuk memilihnya. Semata-mata karena saya tahu kapasitas beliau. Saya harap yang membaca artikel inipun demikian.
Kondisi sekarang ini, menurut saya sih, sementara dan akan membuatnya semakin matang. Ini hanya karena RK terlalu banyak dipuja puji oleh followernya. Mudah-mudahan beliau tidak lupa untuk menghadapi kritikan dengan kepala dingin, bahkan kalau bisa dengan senyuman, candaan dan guyonan seperti yang sering dilakukannya di Instragram, Twitter atau Fanpage FB-nya. Akun pribadi RK yang menjawab dengan garang, marah dan menyalahkan justru membuat saya inget quote indah dari RK sendiri : Orang yang sering marah-marah, itu berarti dia kurang piknik atau kurang selfie.
Ah, foto selfie mah sudah banyak. Barangkali pak Wali perlu piknik. Mungkin ke Brasil lagi, Kang? Nyengir lagi. Piss ahh..#tetott
the best buat yang satu ini
Aih, sayang saya baru baca tulisan ini sekarang. Itupun dari tautan yang diberikan oleh ridwanachmad.com karena memang saya tidak aktif di facebook. Tapi saya juga banyak nyengir sama seperti bapak dosen, hehe. Saya nyengir karena melihat dua orang dewasa cerdas yang saling berkomentar. Sama kok kayak anak SMA. Saya senang dengan tulisan bapak pak dosen, kritis dan jelas. Ya meskipun ada hal hal yang saya tidak suka karena ya saya sebagai bagian dari follower Ridwan Kamil itu. Kayaknya janji Ridwan Kamil tahun ini belum bisa benar benar terealisasi bahwa kemacetan akan segera usai. Ya mungkin masih perlu beberapa bulan atau tahun ke depan untuk melihat itu menjadi nyata. Maaf apabila kata kata saya tidak bagus. Terimakasih.
Memang gak mudah beresin macetnya Bandung mas 🙂
Pak ridwan kamil merupakan wali kota terbaik menurut saya, soalnya dia juga arsitek terkenal dan tidak sombong, mantap pak ridwan kamil.
Salah satu contoh pemimpin yang baik dan bijaksana, kerja bagus untuk masyarakat
Hidup pak walikota, setidaknya hasil jerihpayahnya sudah banyak dinikmati, merdeka alun2 salah satu contohnya, perlahan tapi pasti hidup bandung, bandung juara
Emang keren nih bapak yang satu ini, cocok untuk jadi Presiden RI
Utk tulisan ini saya setuju.
Tp utk status awal saudara di fb, saya pikir bahasanya kurang pas dan kurang etis sbg bahasa kritik yg beretika, apalagi utk disampaikan ke walkot.
Semua org, termasuk saya, mgkn merasa dipojokkan ketika dikritik dg bahasa yg terkesan menyalahkan.
Kritik itu boleh. Tp lakukan dg seni mengkritik yg tdk menciderai harga diri org lain. Gunakan bahasa yg baik dan halus.
Siapapun calon pemimpin yang berkampanye, sebaiknya tidak usah janji mengatasi kemacetan. karena mengatasi kemacetan harus dimulai dengan memperbaiki perilaku jutaan penduduknya yang sangat sulit dirubah.
Setiap orang pasti lebih suka dipuji daripada dikritik, biarpun oleh teman terdekat sekalipun. Apalagi jika orang yang dikritik sedang lelah. Saya termasuk “penikmat” bandung, mulai dari kaki lima hingga bintang lima-nya. Kalau bicara mengenai kemacetan, perilaku manusia-nya yang menjadi faktor utama. Selama manusianya tidk disiplin, tidak mau mengantri, tidak mau mengalah, dan tidak takut melanggar aturan, kemacetan tidak akan bisa dihindari.
Mudah saja bung dalam bersantun kata.
Ingat saja, if u think u can say whatever you want, be prepared to receive whatever response that everyone else want to say.
Kang Wientor, makanya kita buat acara lagi yuk, biar seru, masih kurang satu lho Bandung Digital Meetup nya.
Mudah2an penulis ini juga orang yang jujur dan bersih ya. Menurut saya, isi kritik nya thdp RK bukan saran, melainkan bentuk provokasi. Mana bisa dia menyebut dirinya sebagai teman. Kalau memang Wintor ini temannya, seharusnya dia bisa hubungi langsung tanpa harus koar koar di Social Media.
Biasanya orang yang seperti ini sih sengaja untuk menjatuhkan seseorang untuk kepentingan Pribadi. Mungkin ada “sesuatu” hal yang membuat Wintor ini kurang suka dengan RK, apa mungkin ngga bisa pakai uang pelicin lagi Pak? Jadi skg sibuk menggalang oknum untuk tidak lagi memilih RK di pemilihan selanjutnya????
saya ingin komen banyak tentang Pak RK tercinta Pak terkait respon beliau thd kritikan, tapi sudah terwakili di postingan Pak WR di atas, dan juga terwakili oleh puluhan bahkan ratusan komen yg bertebaran luas. bla bla bla…
Tapi diakhir komen saya, saya pasti menulis hal yang sama dengan Pak WR.. ” Janji saya adalah, di pemilihan apapun, kalau ada RK disitu, saya tidak akan berpikir dua kali untuk memilihnya. Semata-mata karena saya tahu kapasitas beliau. Saya harap yang membaca artikel inipun demikian.”
ini bukti cinta saya thd RK, cinta yang bertanggung jawab, bukan cinta buta…
Bismillah..
Ngeliat dari gaya bahasa penulis, kok kayak bukan seorang teman ya. Tapi entahlah.
Saya senang dengan kalimatnya yang ini “Maksud saya disini adalah dikritik dengan penuh kasih sayang. Tidak perlu juga kritik yang menjelekkan atau menjatuhkan.”
Semoga bisa konsisten ya. Selaras antara niat di hati, ucapan di bibir, dan dengan tindakan yang dilakukan. 😉
dari awal memang saya ngeliat Kang Emil kurang dewasa, mas… melaporkan orang bikin status di twitter, nyuruh push up orang yg knalpot motornya blombongan d.l.l…banyak yang lebih bisa dilakukan daripada sekedar ngurusin kek gitu..beliau kayaknya belum pernah kena demo mahasiswa/buruh.. kalo di jakarta bisa stress tuh… pemimpin itu harus siap dikritik dan kebal bully… hehehe…
Kalau saya nggakan menanggapi topik kritikannya, nggak kompeten, cuma melihat kalau postingannya nggak seperti teman bercanda ke teman mas, makanya dalam reply nya pun RK nggak bernada teman. Banyak dimensi yang tidak tersampaikan di postingan pertama mas, makanya orang yang baca sekilas jadi bebas sesuka hati menanggapinya, dengan asumsi masing-masing 🙂
Salam dari ex warga Bandung.
Pak wintor gak salah buat mengkritik kang RK. Bagi saya sendiri bandung udh ga butuh lagi simbolisasi2 yg hanya mewakili ide2 tentang kenyamanan kelas menengah urban. Jika emang kang RK mau menjadikan bandung menjadi livable, maka yg harus dilakukannya sebagai city planner adalah memikirkan bagaimana mengembalikan hak atas ruang bagi setiap warga kota. Sebab bagaimana bandung sebagai kota merupakan kesatuan spatio-temporal yg didalamnya menghimpun interakasi sosial masyarakatnya. Adanya Ketimpangan interaksi sosial dalam ruang kota bandung bagi saya itu problem yg bikin kota ini jadi gak livable. Salah satu yg paling mencolok adalah adanya dominasi atas ruang kota oleh satu kelas tertentu. Padahal bukankah setiap warga kota memiliki hak yang sama utk mengakses ruang kota? Mungkin bila pak wintor bertanya seperti apa ketimpangan yg saya maksud, ga perlu jauh pak disekeliling kampus kita itu terlihat cukup jelas kok. Adanya lautan perumahan padat penduduk yg suka atau tidak suka terkesan kumuh dan menjadi gambaran stereotype negara dunia ketiga-yang itu tidak sedikit juga jd tempat ngekost mahasiswa bapak termasuk saya sendiri dulu; dari mulai gerlong sampai flyover pasopati atau sejauh mata memandang. Bisa dgn mudah kita amati itu semua dari gedung tertinggi di kampus kita. Lalu kenyataan-kenyataan tersebut teralihkan dengan berbagai bangunan gedung2 (mall, hotel, perkantoran dll.) atau bahkan oleh taman2 yg sengaja dipercantik. Sehingga bagi saya perencanaan atau pengelolaan kota bandung tidak cukup hanya berhenti di taman-taman atau proyek2 yg hanya jd simbol kenyamanan kelas menengah saja. Akan tetapi seperti yg bapak bilang diatas membuat bandung menjadi kota yg livable dengan semua warga kotanya mempunyai akses yang sama terhadap ruang kotanya. Dimana dalam artian paling mudah, memperoleh akses yg sama untuk menikmati sumber daya kota.
Nb: Mungkin ada baiknya kang RK nambah atau ganti buku rujukannya ke buku karangan david harvey atau henri lafebvre. Ide di setiap buku yg mereka karang hampir sama, yaitu ide hak atas kota atau right to the city :)))