6 Dampak Negatif TikTok (dan TikTok Shop) Yang Tidak Kita Sadari

TikTok telah menjadi platform media sosial yang berpengaruh, terutama di kalangan pengguna muda. Namun, ada dampak negatif tambahan yang terkait dengan penggunaan TikTok yang perlu kita pertimbangkan. Beberapa di antaranya terkait dengan demografi pengguna dan hubungannya dengan fitur TikTok Shop.

Berdasarkan negaranya, pengguna TikTok paling banyak masih berasal dari Amerika Serikat. Terdapat 116,49 juta pengguna TikTok yang berasal dari Negeri Paman Sam pada April 2023. Adapun Indonesia juga kukuh di peringkat kedua dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak dunia yaitu mencapai 112,97 juta pengguna. Jumlah tersebut hanya selisih 3,52 juta pengguna dari jumlah pengguna TikTok di AS. Kemudian, posisinya diikuti oleh Brasil dan Meksiko dengan jumlah pengguna TikTok masing-masing sebanyak 84,13 juta pengguna dan 62,44 juta pengguna.

Baca juga: Mengapa TikTok Shop Dilarang di Indonesia?

Dengan pertumbuhan yang sedemikian massif, TikTok mendapatkan perlawanan dari beberapa negara. Hampir lebih dari 15 negara melarang pegawai negerinya meng-install TikTok di smartphone mereka dengan alasan keamanan. Di India malah TikTok dilarang secara penuh, demikian pula di negara bagian Montana di Amerika Serikat.

Di China sendiri, TikTok tidak ada, Bytedance (pemilik TikTok) membuat aplikasi baru bernama Douyin dan Douyin Shop khusus untuk pasar China. Hal ini dikarenakan Pemerintah China khawatir akan lemahnya perlindungan data dan potensi monopoli yang sangat mungkin dilakukan TikTok.

Dampak Negatif TikTok di Indonesia

Sebagai negara peringkat kedua terbanyak pengguna TikTok, Indonesia adalah ladang bisnis yang sangat menarik bagi Bytedance. Walaupun telah diatur oleh Permendag 31/2023, tetapi dampak negatif TikTok masih dapat bergulir seiring dengan semakin banyak penggunanya. Berikut diantaranya:

1. TikTok Menargetkan Demografi yang Rentan

TikTok sering digunakan oleh generasi muda, termasuk remaja dan anak-anak. Meskipun platform ini memiliki kebijakan usia minimum, beberapa pengguna mungkin berhasil ngakalin batasan tersebut.

Ini berarti bahwa konten yang tidak sesuai atau tidak pantas dapat diakses oleh mereka yang seharusnya belum cukup usia. Bahaya ini terkait dengan dampak negatif yang dapat memengaruhi perkembangan dan kesehatan mental anak-anak.

Berikut adalah target demografi rentan yang saya sebut di atas:

  • Usia: Mayoritas pengguna TikTok di Indonesia berusia antara 16 hingga 24 tahun. Sekitar 60% hingga 70% pengguna berada dalam rentang usia ini.
  • Gender: Pengguna TikTok terdiri dari pria dan wanita secara seimbang, dengan perbandingan sekitar 50:50.
  • Lokasi: Pengguna TikTok tersebar di seluruh Indonesia, baik di kota besar maupun pedesaan.
  • Pendapatan: Demografi pendapatan bervariasi, tetapi mayoritas pengguna berada di kategori pendapatan menengah hingga rendah.
  • Etnis dan Budaya: TikTok mencerminkan keragaman etnis dan budaya di Indonesia, dengan pengguna dari berbagai latar belakang etnis dan budaya.
  • Tren dan Hiburan: TikTok digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk hiburan, pendidikan, dan pemasaran. Namun, mayoritas pengguna Indonesia cenderung lebih fokus pada hiburan, seperti menonton video lucu, menari, atau menyanyi.

Rentang demografi ini berada dalam kategori yang mudah dipengaruhi dan sangat bisa dikonversi menjadi pembelian impulsif. Bahasa mudahnya: ini adalah demografi labil yang sedang dalam masa pencarian jati diri dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar, terutama lingkungan digitalnya.

2. Pengaruh pada Perilaku Belanja Menjadi Lebih Impulsif

TikTok telah berkembang menjadi platform untuk mempromosikan produk dan merek melalui TikTok Shop. Demografi pengguna TikTok yang relatif muda dapat membuat mereka lebih rentan terhadap pengaruh pemasaran apalagi dengan model pemasaran memakai scarcity (misalnya dengan diskon hanya saat live-streaming). Mereka mungkin lebih mudah tergoda untuk membeli produk yang dipromosikan oleh selebriti atau influencer di TikTok tanpa pertimbangan yang matang. Ini meningkatkan konsumsi yang tidak diperlukan.

Pengguna TikTok pasti mengerti, TikTok Shop seringkali menghadirkan produk-produk yang tidak diperlukan, dan pengguna mungkin merasa pengen buat beli barang-barang hanya karena tren yang sedang berlangsung di platform. Ini dapat mengarah pada pengeluaran yang tidak bijak dan bahkan masalah finansial, terutama di kalangan pengguna muda yang mungkin belum memiliki pemahaman yang kuat tentang manajemen keuangan.

TikTok Shop juga seringkali mempromosikan produk yang mungkin tidak sesuai dengan demografi pengguna tertentu. Ini dapat membuat pengguna merasa FOMO (Fear of Missing Out) atau merasa mereka harus membeli barang-barang yang tidak relevan dengan kebutuhan atau gaya hidup mereka. Ini menjadi model pembelian yang sangat impulsif.

Beberapa hal lain yang membuat pengguna TikTok melakukan pembelian impulsif (spontan) adalah: 1) Konten viral, 2) Dampak visual dan audio, 3) Fitur belanja mudah satu klik, 4) Tekanan sosial dan komunitas untuk mengikuti tren, 5. FOMO (Fear of missing out), dan 6) Diskon.

3. Pemilahan Berdasarkan Demografi

Dengan kemampuan TikTok untuk menghubungkan demografi dengan TikTok Shop, ada risiko bahwa pengguna mungkin menjadi target iklan atau konten berdasarkan aspek-aspek tertentu dari demografi mereka. Seseorang mungkin saja melihat konten yang dianggap “relevan” untuk demografi mereka, seperti usia, jenis kelamin, atau ras. Padahal ”anggapan” ini belum tentu benar. Ini dapat menciptakan gelembung informasi, membatasi paparan pengguna ke beragam sudut pandang dan pengalaman.

Demografi pengguna yang lebih muda dapat menyebabkan dominasi tren tertentu di TikTok. Ini dapat mengganggu penggunaan platform secara organik dan berdampak negatif pada variasi konten yang tersedia. Pengguna sangat  mungkin menjadi terlalu terpaku pada tren dan kurang terbuka terhadap konten yang beragam.

4. Kerentanannya terhadap Eksploitasi, Diskriminasi, Stereotip dan Pelecehan

Demografi yang lebih muda juga meningkatkan risiko eksploitasi dan pelecehan oleh pengguna yang tidak etis. Anak-anak dan remaja dapat menjadi target untuk tindakan yang merugikan. Menghubungkan demografi juga dapat berkontribusi pada peningkatan diskriminasi atau stereotip. Pengiklan atau pembuat konten mungkin secara tidak sadar atau sengaja menargetkan atau memperlakukan pengguna berbeda berdasarkan asumsi stereotip tentang demografi mereka.

Anak-anak remaja kita sangat mungkin disusupi oleh konten yang tidak seharusnya disaksikan oleh mereka. Bisa jadi berupa propaganda negara lain, atau misalnya konten mengenai hal tabu yang tidak sepantasnya berada di beranda digital mereka. Bayangkan seperti ini: setiap pagi anak remaja kita yang membuka TikTok akan mendapatkan video propaganda komunis Pemerintah China tanpa diketahui oleh orang tuanya. Bisakah anda membayangkan apa yang akan terjadi 10 tahu kemudian?

5. Penipuan dan Produk Palsu

Ini sudah banyak terjadi. Semakin banyaknya penjual di TikTok Shop, ada kemungkinan pengguna menemukan produk palsu atau penipuan. Hal ini memerlukan kehati-hatian saat berbelanja untuk memastikan bahwa produk yang dibeli adalah asli dan dari penjual yang terpercaya.

TikTok Shop adalah platform yang terbuka, yang berarti ada banyak penjual yang berpartisipasi. Ini dapat membuka pintu bagi penjual yang tidak jujur atau produk palsu. Pengguna yang terlalu termotivasi oleh video TikTok dapat tergoda untuk membeli produk tanpa melakukan penelitian yang cermat, yang dapat menghasilkan pembelian yang tidak puas.

6. Pengaruh terhadap Kepribadian dan Gaya Hidup

Salah satu bahaya utama yang terkait dengan TikTok adalah potensi kecanduan digital. Aplikasi ini dirancang untuk menjaga pengguna terlibat dalam menonton dan membuat video. Meskipun ini bisa menjadi hiburan yang baik, terlalu banyak waktu yang dihabiskan di TikTok dapat menyebabkan kecanduan digital. Ini dapat mengganggu produktivitas, kualitas tidur, dan hubungan interpersonal. Pengguna muda, terutama, lebih rentan terhadap kecanduan ini.

Selain itu, kemampuan TikTok untuk menyajikan gaya hidup yang diinginkan atau aspirasional dalam video dapat berdampak negatif pada pengguna yang terpengaruh. Pengguna mungkin merasa tertekan untuk mencocokkan standar gaya hidup tertentu yang mereka lihat di TikTok, yang dapat mengarah pada pengeluaran yang berlebihan atau perasaan tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri.

TikTok seringkali mempromosikan gambaran kehidupan yang tidak realistis dan ideal. Ini dapat mengarah pada perasaan tidak aman dan depresi, terutama di kalangan pengguna muda yang mungkin merasa tekanan untuk tampil sempurna atau mengikuti tren tertentu. Perbandingan sosial dapat menjadi salah satu hasil dari penggunaan TikTok yang berlebihan.

Penutup

Dah lah, semua kembali kepada kita dalam berinteraksi dengan platform yang satu ini. TikTok adalah platform yang menghibur dan kreatif, namun juga memiliki bahaya yang perlu diwaspadai. Pengguna harus sadar akan potensi kecanduan, pelanggaran privasi, konten tidak pantas, dan dampak negatif lainnya yang dapat terjadi akibat penggunaan yang tidak terkendali. Penting untuk menggunakan aplikasi ini dengan bijak dan memahami potensi risiko yang terlibat. Selain itu, pendidikan dan pengawasan orang tua juga sangat penting, terutama untuk pengguna muda.

Artikel terkait

Berikan komentar

Email Anda tidak akan kami publikasikan. Wajib diisi *