Stop Menyebut Internet Itu Dunia Maya! [Pesan Untuk Penyiar Televisi]
Terus terang, awal pertama kali bikin BixBux ini hati masih separo-separo. Artinya gini, internet marketer selama ini selalu dibuat untuk berpikir kapitalis, walaupun dalam arti yang sangat sempit. Kapitalis, menurut wiki, berasal dari kata capital – modal. Lebih lanjut, seorang kapitalis adalah orang yang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Ini definisi baku. ada definisi lain yang saya suka dari Billy Boen, baca disini deh : kapitalis modern. Saya sih memilih untuk melihat apa itu kapitalis dari sisi pola pikirnya saja. Orang yang mikirnya duwit terus, semua dihubungkan dengan keuntungan yang akan didapat, ya itu kapitalis. Nah kalau anda seorang internet marketer (baca: publisher/affiliate), akui saja, you are a capitalist. Pay out adalah yang nomer satu, nomer duanya pay out, nomer tiganya? Lihat yang nomer satu. I’ve been there, I know. ROI selalu diatas segalanya.
Oke, jadi kalau pembukaan di atas sedikit gak nyambung dengan judulnya, biarlah, sesekali. Seharusnya saya memberikan bukti-bukti bahwa internet bukanlah dunia maya, tetapi rasanya tulisan ini akan menjadi sangat mainstream. Begini saja, saya teruskan tulisan ini dengan perasaan yang iri sama teman-teman yang mempunyai blog bebas. Maksudnya dia bisa menulis bebas, apa saja. Imajinasi nya bisa liar. Semua ditulis. Dari yang dirasakan dihatinya, mengenai percintaan, kegiatannya setiap hari sampai dengan mimpi-mimpi indah dunia. Di BixBux? Prett tentu saja gak bisa. Pilihan saya nge-blog di BixBux didasari keinginan saya untuk sharing. Berbagi. Bukan untuk mengekspresikan kata hati. Marketing sudah ada di daging saya sejak lama. Agak susah kalau lagi galau misalnya, trus pengen nulis, bagaimana mungkin nulis marketing yang galau? Hahaha..well tetep saja ini pilihan. Marketing sudah mengalir di darah saya. Seharusnya menyenangkan menulis mengenai sesuatu yang sangat kita sukai. And I did.
Jadi jelas, saya menulis di BixBux bukan karena duwitnya. Belum pernah saya sekalipun mengeluarkan affiliate link di blog ini. Iklan-pun seperti yang anda lihat saja. Pemanis saja. Gak tau deh, membaca Born To Blog-nya Mark Schaefer dan Stanford Smith juga membuka wawasan saya bahwa menjadi seorang blogger tidaklah mudah, tetapi juga tidak sesulit membuat pesawat terbang. HubSpot bahkan pernah merilis laporan, bahwa 57% persen marketer mengakuisisi pelanggannya melalui blognya. Ini luar biasa. Saya berharap saya akan mendapatkan pembaca yang loyal kemudian hari nanti (mudah-mudahan sekarang sudah ada). Neil Patel, SEO-ers favorit saya juga seringkali menyetakan bahwa dengan nge-blog bisa meningkatkan integritas. Hhhmm..walaupun sebetulnya bukan ini juga yang saya cari, tetapi saya selalu percaya apabila semua dilakukan dengan integritas, termasuk internet marketing, akan bisa meningkatkan kualitas hidup kita sendiri. Ini hal mendasar, karenanya saya selalu menempatkan integritas di atas segalanya. Kalau kata pepatah, yang paling penting adalah bagaimana kita mau diinget nanti, bukan sekarang.
Tidak berbeda jauh dengan kejadian di Mahkamah Konstitusi sekarang ini. Integritas itu gak bisa dibeli. Pimpinan sekarang, dengan segala dalihnya, tetap sudah kehilangan integritas yang dari dahulu dibangun oleh pimpinan sebelumnya. Kalau sudah seperti itu, susah lagi balikin apa yang kita punya. Di pemasaran ada istilah untuk mengembalikan integritas, namanya re-positioning, dan yang saya tahu, merepositioning jauh lebih susah daripada membuat produk baru. Jadi gudlak buat Mahkamah Konstitusi, not an easy job guys!
Nah, penjelasan di atas masih juga gak nyambung sama judulnya *sigh*
Dari banyak hal yang saya tidak dapat mengerti, sampai sekarang masih ada satu hal yang mengganjal dihati ini. Salah satunya adalah salah kaprah kita dengan menyebut internet sebagai dunia maya. Buat saya, semua yang ada di internet justru terkadang menjadi dunia nyata dan yang ada di kehidupan nyata menjadi dunia maya. Mungkin dahulu disebut begitu dikarenakan banyak hal, salah satunya mungkin karena ketakutan pengguna internet jaman dulu dengan aksi tipu menipu di internet, atau mengkhawatirkan internet tidak bisa menghasilkan dollar seperti yang di gembar-gemborkan. Well, things have changed. Itu dahulu. Sekarang jelas sekali internet adalah nyata, senyata-nyatanya Zaskia Gotik yang dilamar di Kempinski Hotel Jakarta (walaupun akhirnya dibatalkan). kalau ukurannya adalah pendapatan, jelas banget internet adalah nyata. Saya menutup hutang banyak dari internet marketing. Dipanggil jadi pembicara ke banyak seminar juga karena internet marketing. Saya mengenal banyak sekali fulltime internet marketer yang bergelimang dollar dari internet marketing. Oke, stop it, ukuran pendapatan jelas bisa menjelaskan kenapa internet bukan dunia maya.
Mari bicara eksistensi. Dunia nyata berhubungan erat dengan seberapa eksis orang tersebut berada. Bagaimana dengan internet? Well, sebut saja beberapa akun twitter yang dimiliki oleh beberapa orang yang dahulu ‘bukan siapa-siapa’ dan sekarang menjelma menjadi ‘siapa’. Berapa banyak ‘selebtwit’ yang sekarang beredar? Gak keitung bro. Masih berani tidak menghubungkan internet dengan dunia maya? Atau coba lihat bagaimana revolusi Mesir yang dimulai dengan sebuah fanpage di Facebook. Atau rusuh-rusuh di Turki yang diawali dengan sebuah akun twitter. Bagaimana dengan komunitas twitter seperti komunitas berbagi nasi, atau bahkan @indonesiamengajar nya Anis B
aswedan. Semua sudah membuat perbedaan dengan caranya masing-masing. Sangat nyata, bukan bohongan. Siap-siap saja : revolution will not be televised, it will be tweeted.
Pernah dengar istilah Butterfly effects? Artinya satu kepakan sayap kupu-kupu disini bisa mengibas dan mengguncang belahan dunia yang lain. Itulah internet. Apa yang terjadi di Amerika bisa dengan hitungan detik tersebar ke seluruh dunia, padahal jaraknya luar biasa jauh. Ingat apa yang terjadi dengan Nikita Mirzani yang mentwit ‘Singapore panas banget’ padahal dia berada di Grogol? Hinaan, cacian dan makian dari pemakai twitter sungguh membuatnya berang dan sejenak berhenti men-twit. Itulah internet. Suka atau tidak, internet ada dalam diri kita. Ini cara kita bersosialisasi dan bahkan berbudaya. Tahu perbedaan anak kos jaman dahulu dengan sekarang? Kalau anak kos dahulu lebih sering ngobrol dan ngumpul dengan sesama anak kos, bermain gitar atau sekedar gosip. Anak kos jaman sekarang sudah tenggelam dengan iPad atau Galaxy-nya. Bermain game atau browsing tiada henti dan melupakan komunikasi sosial yang secara horizontal akna membentuk karakternya dimasa yang akan datang.
Internet sudah sedemikian jauh merubah hidup kita. Jadi boleh lah saya berteriak : Wahai penyiar televisi, berhentilah menyebut interet itu dunia maya, karena sesungguhnya semua yang ada disana adalah nyata. Senyata pegangan tangan kita, senyata jerawat yang tumbuh di kening kita atau senyata cinta kita kepada Indonesia. Setuju?
Yes, saya capitalist. Dan semoga menjadi capitalist yang suka berderma. hehehe…
dan saya suka kata2 ini “revolution will not be televised, it will be tweeted”
televisi masih ada jeda waktu, kalo twit betul2 real time. Social media rocks!
Amin 🙂
Ihiiirrr…..
Marketing ada di darah saya! 😛
Apa yang Panjenengan sampaikan itu benar sekali, Mas Wientor. Saya membayar biaya daftar ulang sekolah anak saya juga dari hasil ngeblog. So, mari kita berteriak bersama bahwa internet itu dunia nyata, bukan dunia maya! 🙂