Digital Marketing 2019 : The Empire Strikes Back!
Si Baim pagi-pagi sudah membuka sachet dan segera menyeduh kopi. Setelah itu kemudian menyalakan rokok yang dari tadi sudah ada di jari kanannya. Rokok itu kadang disedot pelan tetapi lebih banyak tergeletak di asbak. Matanya tidak berubah, tetap memandang layar komputer yang berisi salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Satu-persatu produk yang ada disisir. Sesekali dirinya mencatat nama penjual, produk dan harga yang tercantum dan kemudian lanjut lagi.
Menjadi seorang dropshiper adalah pilihan terbaik yang Baim punya. Rumahnya di Bekasi yang sangat jauh dari pintu tol. Jadi kalo menjadi reseller dengan menyetok barang, kasihan jasa ekspedisi yang antar barang. Belum lagi ongkos kirim yang lebih tinggi. Belum lagi ketemu uler. Ketemu macan. Ah, semua yang membahayakan ketika jalan ke rumah Baim.
Baca juga : Pasar Online Lokal Indonesia : Diantara Kedai Kopi dan Pemasaran Rasa Penasaran
Tapi pagi ini Baim sangat bersemangat. Dia baru saja menambah karyawan 3 lagi. Total karyawannya sekarang ada 17 orang. Tahun lalu dia baru saja membeli rumah di di kompleks yang sama untuk karyawan barunya bekerja. Saat ini Baim bergairah untuk me-rekalkulasi targetnya di tahun depan. Setelah perbulan rata-rata dia bisa menjual 10.000 barang dengan keuntungan Rp. 190.000 per barang. Tahun 2019 menurutnya, harus bisa meningkat paling tidak 50%-nya. Sangat optimis.
Baim tidak sendiri. Tahun 2018 merupakan tahun konsolidasi yang sungguh melelahkan. Banyak sekali perubahan yang terjadi dan bukan dipicu oleh kita, tapi oleh lingkungan sekitar. Terkadang malah kita dipaksa betul untuk berubah. Kalau tidak berubah ya dapur gak ngepul.
Bagi yang berhasil meredefinisi bisnisnya di 2018, sekarang dihadapkan pada tantangan di tahun 2019. Yang stagnan di 2018, sekarang saatnya berbenah. Yang menurun di 2018, sekarang saatnya nge-gulung lengan baju dan berkeringat. Belum lagi, 2019 adalah tahun politik. Perhatian orang akan berpusat kesana.
Tahun politik itu berarti uang yang tadinya perkutat di Jakarta akan mengalir ke daerah
Tapi jangan lupa, politik di 2019 akan berakhir di bulan April. Pada saat itu distribusi uang akan mengalir ke kampung dan desa. Selepasnya kita dihadapkan pada bulan puasa. Nah, lebaran kesana baru akan meledak. Orang akan mengantongi banyak uang, PNS dapet rapel dan gaji 13, sektor informal akan mendapatkan uang sisa dari aktivitas politik, belum lagi proses distribusi barang yang lebih lancar dengan infrastruktur jalan yang sudah dibangun. Boom!
Kita harus bersiap menghadapi itu. Kejadian banyak boncos di 2018 jangan sampai terulang kembali. Ini beberapa hal yang harus disiapkan untuk menghadapi Digital Marketing 2019 :
1. Single channel –> Multi-channel –> Omni channel
Penjualan maksimal dari satu channel saja itu seperti kesenangan semu. Kalau channel itu tiba-tiba tertutup, mati kita. Oleh karena itu, pebisnis online harus siap dengan ‘skill’ baru, yaitu ekspansi di channel. Ini berlaku untuk semua. Termasuk yang selama ini fokus di marketplace. Cobalah bermain out-of-the-box. Yang selama ini hanya bermain di traffic FB Ads, mulailah ekspansi ke SEO, Social media organik atau paid dengan influencer, Google Ads atau channel lain macam Email traffic.
Intinya, jangan bergantung kepada satu traffic saja. Percuma kalo selama ini ngumpulin leads dari FB Ads tapi gak dimanfaatkan dengan baik. Pengalaman ketika Pilkada DKI, pengguna Facebook turun jauh karena banyaknya Hoax. Toko online yang bergantung kepada FB Ads drop abis penjualannya.
“Multi-channel marketing is about choice. The objective of the companies doing the marketing is to make it easy for a consumer to buy from them in whatever way is most appropriate.”
Kalau anda sudah memakai multi channel, di 2019 harus bergerak ke omni channel. Perbedaannya simpel. Multi channel itu basisnya transaksional, produk kita adalah mataharinya dan traffic bisa masuk dari marketplace, offline store, direct traffic atau dari social media dan melakukan pembayaran disana.
Multi channel memberikan keleluasaan kepada customer untuk memilih channel mana yang paling nyaman buat mereka.
“Omni-channel as a philosophy is about providing consistent, yet unique and contextual brand experiences across multiple customer-aware touchpoints, including brick and mortar, marketplaces, web, mobile and social.”
Sedangkan Omni channel lebih serius lagi. Di konsep Omni, pengunjung adalah pusat segalanya. Kita harus memberikan pengalaman berkunjung yang ultimate dengan mengintegrasikan semua channel yang ada tanpa membatasi jenis channelnya. Kata kuncinya adalah : integrasi.
Contoh flow yang memakai Omni channel bisa seperti ini :
- Visitor masuk dari Google Ads menuju homepage. Terus ke product page, masuk ke shopping cart, mengisi data diri tapi kemudian pergi tanpa membayar (abandoned cart).
- Di hari yang sama, visitor akan mendapatkan email tentang penawaran diskon 10% di produk yang sama. Karena sibuk, dicuekin.
- Secara simultan, penawaran diskon 10% ini menghantam visitor yang sama melalui retargeting di facebook, IG, Youtube dan bahkan Google. Masih dicuekin.
- Setelah satu minggu gak diwarok sama visitor, saatnya ganti strategi. Gugah visitor dari sisi sosialnya atau gelitik dari keingintahuannya. Kirimkan video tentang bagaimana produk kita membantu supplier mengidupi keluarganya. Hajar memakai semua channel.
- Visitor balik ke web kita dan nonton video sampai habis kemudian berkunjung ke produk page lagi. Sekarang saatnya untuk menghantam dengan iklan retargeting yang baru. Naikkan diskon menjadi 25% dan berbagai macam benefit yang bisa meraka raih, termasuk sisi humanis bahwa setiap pembelian akan mengidupi sekian keluarga supplier.
- Sekali ini visitor tertarik dan beneran beli. Begitu masuk ke checkout page, pop-up penawaran up-selling. Karena terlanjur senang, visitor masuk ke halaman up-selling dan beli dua atau tiga barang.
- Kirim email berisi terima masih dan untuk konek ke sosial media kita.
2. Perhatikan metriks dengan seksama.
Biasakan untuk memperhatikan funnels yang anda punya. Berapa banyak visitor masuk ke Landing page (atau ke home page), berapa banyak yang klik CTA, berapa banyak yang masuk ke product page, berapa banyak yang lanjut ke checkout page dan berapa banyak yang melakukan pembayaran. Kalau anda mempunyai toko online, sekarang saatnya dipasang Heat Map. Next, anda akan berterima kasih ke saya.
Membaca metrik ini perlu ketekunan, tetapi juga akan menjadi kebiasaan yang berguna. Data ini akan menjadi informasi yang seharusnya bisa membantu anda meningkatkan penjualan. Atau paling tidak menjadi dasar untuk meng-aktivasi channel yang lain.
3. Video – Video – Video.
Setelah Youtube, Facebook sekarang juga bisa dimonetize dengan video. Percaya deh, Video is HUGE! Ini beberapa hal tentang video ads di Facebook hasil dari riset yang saya lakukan :
a. Lupakan Landscape (16:9), fokus di Square (1:1). Secara views, video square lebih baik dari landscape sebesar 27%-35%, sementara engagement (likes, komen, share, dll) lebih baik sampai 80%. Wajar karena ekspose di layar mobile juga lebih besar. Jangan lupa, kalau engagement lebih besar, berarti cost juga mengecil.
Please note : eksperimen ini dilakukan di pasar luar negeri. Perkiraan saya, dalam negeri juga sama saja.
b. Video Square dari jenis ada dua, Square penuh (dengan text berada di dalam video) atau LetterBox, yang text-nya ada di atas atau di bawah video (seperti video2 prank). It doesn’t matter mana yang anda pilih, dua-duanya mengalahkan video landscape di segala metriks video.
c. Your video is Your Landing Page! Ketika orang sudah memutar video anda, mereka akan melupakan hal lain. Oleh karena itu, khusus video di FB Ads: Text ad (character limit : 90), Headline (character limit : 250 sampai Newsfeed Link Description tulis sesuai dengan aturan saja panjangnya. Pindahkan semua penjelasan di Landing Page ke dalam video. Masukkan benefit, testimoni, value bahkan CTA ke dalam video. Jadikan video anda menjadi landing page.
4. Go Lokal!
Sekarang saatnya anda untuk terjun ke market lokal. Gurihnya sangat terasa karena pasar ini luas sekali. Tetapi awas, bagi anda yang terbiasa dengan metriks market luar, menyisir market lokal bakal perlu perjuangan panjang. Terkadang market lokal justru bisa dimenangkan dengan insting, karena sudah terbiasa.
Kalau anda hajar market luar dengan profit $10-$15 per produk dengan CPC yang membumbung tinggi seperti sekarang ini, ya mendingan kayak Baim, maen lokal dengan profit besar. Hasilnya akan sama saja dengan tingkat keruwetan yang berbeda.
5. Otomatisasi bertahap
Bangga punya Customer Service (CS) banyak buat ngurusin closingan? Ngaku saja, dalam hati anda juga ingin terbebas ngurusin CS yang sebanyak itu. CS itu manusia yang dalam pandangan perusahaan urusannya bisa banyak hal, misalnya : pengeluaran untuk biaya gaji semakin banyak, CS gak perform, CS main HP mulu, CS pacaran satu sama lain, dll. Pusing bray.
Nah, ini saatnya setelah anda perkuat front-channel dengan mendatangkan traffic dari berbagai sumber, ini saatnya chekout-channel anda juga diperkuat. Mulailah hubungi MidTrans, Doku atau NicePay untuk mempermudah pembayaran. Jadi optimasi funnels yang anda lakukan adalah memperlebar front, men-squeeze mid, dan melebar lagi di checkout. Jangan takut dengan charge fee yang dikenakan. Asalkan anda jujur ke customer, mereka tidak akan ada masalah.
Memperlebar checkout-channel ini akan memperkuat trust-point dari web anda. Selain itu juga memberikan banyak opsi bagi customer untuk membayar. Di sisi lain, otomatisasi juga dilakukan. Mengurangi beban CS. Lumayan.
6. Scale Up Time!
Di kala orang lain menyarankan anda untuk menahan diri (karena tahun politik). Saya justru menganjurkan untuk menggelontorkan segala kekuatan di tahun depan. Berani?
Keenam hal di atas adalah cara anda untuk menaklukkan 2019. Saya ingatkan lagi bahwa customer kita adalah millenials (dan gen X) yang sekarang ini menjadi change driver (faktor perubahan). Kita memang tidak perlu menuruti semua keinginan mereka, tetapi paling tidak kita bisa memberikan pilihan yang terbaik pada saat mereka berbelanja.
Seperti si Baim, hidupnya lebih tenang karena di baru saja membeli Honda HRV untuk istrinya. “Dia mendampingi gue dari ketika gue memulai semua ini pak, rasanya gak cukup rasa terima kasih sama istri gue pake mobil ini juga” – kata Baim.
Saya setuju dengan Baim, sekaligus meralat kalimat tentang change driver sebelumnya. Ada lagi ternyata satu change driver yang sangat kuat, jauh lebih kuat dari customer. Yaitu, istri.
Selamat berjuang!
Disclamer : Kesamaan nama tokoh, merek yang disebut dan lokasi adalah kebetulan semata. Tidak ada niat untuk menyamakan atau membuat kesan yang disama-samakan. 🙂
Insight nya luar biasaaa!! Namun lebih luar biasa lagi kalau cerita om Baim lebih banyak lagi om, sering boncos aja ternyata 10.000pcs/bulan, apalagi tidak boncos ?
Terima kasih
Saatnya perbanyak chanel
boncos kan cuma di status 🙂