Lima Langkah Mentransformasi Perusahaan Menjadi Lebih Digital
Menjadi sebuah perusahaan di era digital seperti sekarang ini tidak lah mudah. Tetapi sekali lagi, tidak juga sesulit membuat pesawat bisa terbang. Banyak sekali perusahaan yang masih belum menyadari bahwa peluang di pasar online sedemikian besar. Ini bisa dilihat sebagai peluang, tetapi juga sekaligus sikap pesimistis industri yang terlalu silau dengan kemegahannya sekarang.
Perubahan mendasar pada market sudah terlihat dengan jelas. Pemasaran konvensional tidak akan dapat menjangkau perlakuan konsumen yang mahir digital. Terdapat beberapa perbedaan perilaku mendasar yang harus diperhatikan. Nah, yang paling mengena adalah ketika pasar tidak lagi dapat disentuh dengan kasat mata. Diantara perusahaan dan market, terdapat sebuah alat/device yang berupa komputer atau tablets atau smartphones. Ini jelas merubah landscape.
Perusahan perilaku yang didasari oleh teknologi ini harus disikapi bijaksana oleh perusahaan. Lambat laun, generasi Walkman, Mesin Ketik, Mario Bros akan digantikan oleh super generasi yang terkoneksi satu sama lain. Ketika koneksitas ini sudah terjalin, perjalanan panjang dunia advertising akan merubah bentuknya menjadi lebih personal dan sangat sangat targeted. Perusahaan yang melihat peluang akan menyelesaikan ini dengan baik, sementara yang masih rabun ayam akan tertinggal dengan sukses.
Di Amerika, spending perusahaan pada iklan digital semakin membesar dari tahun ke tahun. Perusahaan periklanan besar, sekarang mulai melirik media online sebagai jalur untuk mendekatkan klien dengan konsumennya. Hanya karena mereka tidak mempunyai pengetahuan basic tentang digital, rekrutmen langsung dari sekolah yang menyediakan talents di bidang IT menjadi pilihan yang umum. Sayangnya, perusahaan yang mempunyai pemikiran demikian justru akan jatuh ke dalam jebakan. Pemasaran digital ternyata tidak semudah itu. Dibutuhkan kebutuhan dasar mengenai tracking, analisa data dan traffic, optimasi campaign dan berbagai perhitungan Yield Management.
Dimasa sebentar lagi, televisi akan segera mereposisi dirinya. Biarpun didukung oleh data dari AC Nielsen misalnya, tetapi tetap tidak bisa mencegah pemirsa untuk mengganti channel pada saat keluar spot iklan. Televisi berbayar akan merajalela dalam bentuk yang lain. Pemikirannya simpel. Televisi biasa tidak ada data pemirsa yang akurat. Televisi berbayar dilai pihak, terdapat data pelanggan yang bisa diolah. Ada data berarti iklan bisa tertarget. Tertarget berarti presisi. Akurat berarti nggak wasting money.
Jadi, hal pertama yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah merubah mindset nya menjadi lebih digital. Tidak ada lagi below the line (offline) atau above the line (broadcast). Sekarang advertising justru – In the line. Harus mengalir seperti air dengan memperhatikan arah cuaca (baca : pasar). Tidak boleh keluar dari line, harus terkoneksi, terlibat langsung bahkan berusaha men-strecth line yang ada melalui kemampuan viral advertising kita.
Hal kedua, setelah merubah mindet, mulailah berganti wajah. Dari offline channels ke digital channels. Explore berbagai saluran yang mempunyai traffic banyak di internet. Pelajari tracking dan perhitungan ROI campaign yang dibuat. Seharusnya digital campaign jauh lebih mudah diperhitungkan daripada advertising melalui media konvensional. Contohnya gini, iklan perusahaan di radio. Bagaimana menghitung ROI-nya? Complicated. Apalagi apabila kita menyertakan Public Relation dalam strategi yang kita buat. Bagaimana menghitung ROI dari artikel di advertorial di koran? Bisa, tapi tetap saja perhitungannya tidak seakurat digital marketing yang sistem tracking visitor dan sales-nya tercatat jelas.
Ketiga, sekarang bukan lagi jamannya broadcast campaign. It is now turning into individual conversation. Beberapa referensi menyebutnya sebagai relationship-based marketing. Tidak bisa lagi menciptakan one-off generic campaign dan dibroadcast ke semua segmen pasar. Bertarung disitu sama saja bertarung dengan kabut. Tidak kepegang. Tetapi aliran baru pemasaran digital mengharuskan untuk lebih real-time, melalui multiple channels (dengan multiple campaigns) dan kemampuan untuk merubah campaign disesuaikan dengan perilaku konsumen dan segala gejalanya. Tidak bisa tidak, ya harus dengan teknologi.
Perihal keempat adalah perubahan dari harap-harap cemas, ke pola testing, testing dan testing. Saya sebut harap-harap cemas karena marketer terkadang harus menjadi sangat cemas akan program pemasaran yang dijalankannya. Berharap audience yang seperti target, berharap tingkat kualitas campaign yang mumpuni, berharap keajaiban apabila event tidak berjalan dengan baik. Well, lupakan itu semua. Di era digital, tidak ada lagi berharap. Yang ada adalah testing, testing dan testing. Lakukan percobaan terus menerus terhadap campaign yang kita buat. Optimalisasi melalui, bahkan tittle atau header atau banner display harus didasarkan kepada data. Keunggulan setiap campaign harus dipecah rata dengan data-data akurat di setiap elemennya. Hanya dengan cara ini akan diketahui campaign mana yang berhasil dan mana yang harus ditutup. Disini peran multiple channels yang dibawakan sebelumnya.
Kelima, optimasi digital campaign dengan memperbesar channels. Igor Ansoff, salah satu Bapak strategi bisnis dunia, menegaskan bahwa untuk penetrasi pasar baru, dibutuhkan produk yang baru atau turunannya. Saya bilang, dengan rasa hormat, Ansoff tidak memahami konsep digitalisasi. Produk baru akan memakan waktu yang lama. Bahkan product developement akan memilih proses yang rumit dan penuh birokrasi (terutama di perusahaan besar). Tetapi sebetulnya, dengan memindahkan channels, kearah yang lebih digital kemudian mengeksplorasi setiap channel dengan data, akan bisa memunculkan jenis pasar baru. Demand baru. Nah, permintaan baru macam ini, tentu saja harus diperlakukan dengan baru pula. Terutama apabila channel baru tersebut membesar dan mempunyai prosentase yang signifikan dalam penjualan.
Kelima langkah ini bisa sebagai dasar perusahaan untuk mentransformasi dirinya menjadi perusahaan yang mempunyai tingkat sustainabilitas yang tinggi melalui teknologi. Hanya saja, yang harus selalu diingat adalah : teknologi mempunyai daur hidup yang sangat cepat. Akan selalu muncul teknologi baru dengan tingkat kecepatan, keakuratan dan kemampuan tepat guna. Agar perusahaan tidak berpacu dengan hal ini, pastikan proses transformasi berjalan dengan cepat dan tidak bertele-tele. Diperlukan pemimpin yang mempunya visi digital untuk seperti ini. Saya pernah menyebutkan, pemimpin jenis ini mempunyai jiwa blusukan. Digitally blusukan.
Seperti biasanya, postingannya selalu inspiratif dan tidak lupa disertai langka2 riilnye. Bring it on babe… (Y)
—
PS: blm bs ninggalin #3 om, soalnya kenceng banget konversinye.. xi xi