Mengapa Conversion Rate Tidak Boleh Dijadikan Satu-satunya Acuan di Toko Online?
Seperti yang kita tahu, Conversion Rate (CR) itu menjadi salah satu tolok ukur ‘keindahan’ kita dalam bermain ecommerce, atau sebut saja toko online. Apa itu Conversion Rate? Ini adalah perhitungan persentase dari total jumlah orang yang visit website kita dan berapa banyak yang menjadi konversi. Rumusnya begini:
Conversion Rate = Number of sales/Number of visit
Kalau anda yang masih maen Twitter, artikel ini adalah hasil dari thread yang saya bikin di bawah ini. Mutualan kuy!
https://twitter.com/WRahMada/status/1201741000248451072
Nah, akan tetapi kita juga gak boleh terlalu mendewakan Conversion Rate, masih banyak metriks lain yang juga harus diperhatikan. Terkadang CR juga menyesatkan.
Kenapa bisa begitu? Ini ada 4 hal yang membuat Conversion Rate tidak boleh dijadikan satu-satunya Key Performance Index (KPI) di toko online anda:
1) CR yang tinggi belum tentu menandakan ‘higher performance’. Contohnya:
Hari 1: 4% CR (5000 visits, 200 sales)
Hari 2: 10% CR (1000 visits, 100 sales)
Clear kan? CR bukan patokan satu-satunya.
2) Gak semua yang visits ke toko online kita mempunyai potensial untuk convert. Ada juga yang ngeliat tracking, atau sekedar liat nomer telp CS, atau yang lainnya. Ini menambah visits tapi mengecilkan CR.
3. Terkadang, membuat website toko online kita menjadi lebih bagus, malah mengecilkan CR. Misalnya, kita punya toko online yang hanya berisi produk saja. Karena ingin traffic banyak, dibuatlah kolom ‘blog’. Akhirnya jadi rame, tapi anda harus membuat funneling yang pas.
4. Fair CR seharusnya dihitung berdasarkan segmentasinya. Ada 10 segmen di Google Analytics yang bisa dipake jadi acuan sih. Misal: Traffic source, visitor type, location, content viewed, dll.
Kalau masih pengen tahu, industry-wise tentang berapa persen Conversion Rate di Year-to-Date November 2019, yang terjadi di luar sana. Ini saya sudah kumpulkan dari berbagai sumber. enjoy!
EPISERVER, berdasarkan pada 1.3 juta unique visits pada 159 retails dan consumer brand websites, merujuk bahwa CR cenderung lebih tinggi apabila customer mempunyai keinginan untuk mencari produk. Data Conversion Rate di Episerver sebagai berikut:
- Paid Search 2.9%
- Organic Search 2.8%
- Referral 2.6%
- Email: 2.3%
- Direct 2.0%
- Social 1.0%
- Display 0.7%
MONETATE, juga mengeluarkan data yang sangat lengkap tentang eCommerce. Memang hanya based di US dan UK, tetapi data global yang dimiliki cukup memiliki arti buat benchmarking dari online store yang anda punya.
Di bawah ini data perbandingan Add-to-Cart (ATC) dan Conversion Rate (CR) by Device dari Monetate periode Q2 2018 – Q2 2019. Bisa menganalisa kan? Liat reduksi dari ATC ke CR yang lumayan banyak tuh. Menarik ya 🙂
Nah kalo yang dibawah ini, masih data dari Monetate, saya udah gabungin, data Add-To-Cart dan Conversion Rate dari Q2 2018 – Q2 2019, tapi diklusterkan berdasarkan Operating System (OS). Liat deh menyusutnya sekitar 6%-10%. Ini data abandoned cart yang bisa disundul pake email promo.
Sementara, Wolfgang Digital, berdasarkan kepada 250 juta website sessions dan lebih dari 500 juta dollar sales online, mengeluarkan data CR rata-rata sebesar 1.7%. Wolfgang Digital ini melakukan riset kebanyakan di negara eropa dan US.
Ini data per negara-nya. UK mempunyai CR tertinggi. Sebetulnya ini juga tergantung dari banyak faktor. CR lebih tinggi biasanya ada di negara yang lebih mature, dan kecenderungan buat belanja offline-nya sdh berkurang.
Nah, kalo data dari Google Ads, CR rata-rata dari semua industri (inget, semua industri ya) itu adalah 3.48% pada search network dan 0.72% pada GDN. Wajar sih ada perbedaan, karena di search network calon customer musti ngetik apa yang mereka mau dahulu, baru masuk ke funnel buat beli.
Jadi itu perbanding CR yang mudah2an bisa jadi patokan. Kalau buat Indonesia, data masih susah karena kebanyakan checkout dilakukan di whatsapp. Tapi mudah2an ini bisa dijadikan perbandingan saja. Biar lebih mantab melangkah di tahun 2020. Ciao!