Intel Apollo Lake, Lenyapnya NetBook Dan Relevansi Microsoft di Kancah Mobile

Apollo Lake. Melemahnya pangsa pasar komputer pribadi bukan menjadi halangan bagi Intel untuk merilis produk baru. Awal April lalu, di Intel Developer Forum, Shenzhen, perusahaan ini meluncurkan solusi terbaru Apollo Lake untuk komputer menengah ke bawah yang berbasis mikroarsitektur Goldmont. Goldmont, yang menjadi penerus Silvermont dan Airmont, adalah prosesor Atom dengan proses manufaktur 14nm. Pengecilan proses manufaktur ini diharapkan bisa meningkatkan performa dan penggunaan daya. Apollo Lake diharapkan siap dipasarkan pada kuartal II tahun 2016, bertepatan dengan masa belanja liburan sekolah di beberapa negara.

Secara teknis, Apollo Lake merupakan SoC (sistem utuh dalam satu chip, yang terdiri dari prosesor, kontroler memori, dan kontroler grafis) dengan maksimal 4 inti prosesor yang berisikan Intel HD Graphics generasi 9, Wi-Fi, dan media penyimpanan tersolder untuk mewujudkan perangkat yang benar-benar tipis dan hemat daya. Pabrikan pun dapat memilih antara DDR3L tersolder atau LPDDR3/LPDDR4 sebagai memori perangkat, dan M.2 atau eMMC sebagai media penyimpanan. Tentu saja, penggunaan LPDDR3/LPDDR4 dan M.2 akan meningkatkan harga perangkat. Dibandingkan dengan DDR3L tersolder ataupun eMMC, dan pada segmen menengah ke bawah setiap rupiah sangatlah berharga. Karenanya, pemberian opsi pada pabrikan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan penjualan.

intel_apollo_lake_atom_1_575px

Picture credit to WCCTech

Apollo Lake diposisikan sebagai SoC untuk Cloudbook, alias kelas baru perangkat bergerak yang tipis dan hemat daya. Desain referensi Intel untuk perangkat Apollo Lake berupa tablet dan perangkat 2-in-1 berukuran 11,6 inci dengan resolusi layar 1920×1080 dan kemampuan “multitouch” hingga 10 titik, RAM DDR3 1866Mhz sejumlah 4GB, penyimpanan mSATA 64GB (atau eMMC 32GB), kartu jaringan nirkabel dan selular berbasis M.2, kamera, dan berbagai sensor (seperti akselerometer, proksimitas, dll). Namun demikian, pabrikan bisa memodifikasi desain referensi tersebut sesuai keperluan, dan menggunakan Apollo Lake di berbagai jenis komputer. Mulai dari komputer all-in-one yang mirip dengan iMac hingga komputer mungil seukuran wadah permen karet.

Cloudbook sendiri berhadapan dengan Google Chromebook, yang penjualannya terus meningkat dari tahun ke tahun (Chromebook dianggap tantangan oleh Intel, karena tidak semua Chromebook menggunakan prosesor x86. Beberapa Chromebook murah menggunakan prosesor ARM, misalnya RK3188 dari Rockchip). Perangkat seperti HP Stream 11 dan 13, dengan media penyimpanan yang kecil, bonus langganan di layanan “cloud” (seperti Dropbox atau Microsoft OneDrive), dan daya tahan baterai seharian kini mulai banyak dilirik pengguna.

Baca juga : Bagaimana Mendapatkan Efek Viral Yang Dasyat Di Internet? Ini Cara Ampuhnya!

Buktinya, sejak mulai diperkenalkan pada akhir 2014, Cloudbook telah terjual sebanyak 5 juta unit di seluruh dunia. Memang, jika dibandingkan dengan penjualan iPad yang sudah lebih dari 70 juta unit, angka penjualan Cloudbook masih terbilang kecil, namun penjualan sekecil apa pun akan sangat membantu Intel dalam upayanya menjadi raksasa di bidang perangkat bergerak.

Kini, sudah menjadi rahasia umum bahwa Intel ingin menjadi relevan di kancah perangkat bergerak dan hemat daya. Sejak peluncuran lini Atom di tahun 2008, Intel secara jor-joran memasarkan prosesor dalam lini tersebut melalui berbagai jenis produk, di antaranya netbook. Netbook, seperti lini Asus eee PC dan MSI Sky, laris di pasaran karena harganya yang murah, bentuknya yang mungil, dan daya tahan baterainya yang sangat panjang. Saat netbook berjaya, laptop masih dianggap terlalu besar, mahal, dan boros tenaga, sementara subnotebook yang ringan dan kencang seperti ThinkPad seri X buatan Lenovo masih berharga belasan juta rupiah.

apollo lake

Picture credit to : www.digitaltrends.com

Kemudian, hadirlah iPad dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Komputer tablet alias sabak digital buatan Apple ini sukses merebut hati pengguna teknologi, dan menuntaskan masa jaya netbook dengan cepat. Prosesor ARM yang irit daya, layar sentuh, bentuk ringkas, dan sistem operasi iOS yang mudah digunakan membuat banyak orang jatuh hati pada iPad. Pabrikan tablet Android seperti Samsung pun tak ingin ketinggalan, tentunya. Lini Galaxy Tab milik Samsung, sejak awal dirilis hingga sekarang, pun tetap laris manis. Tentu saja, Samsung pun menggunakan prosesor ARM dalam kebanyakan tabletnya, baik prosesor Exynos buatan pabrikannya sendiri maupun prosesor pihak ketiga (seperti buatan Marvell, yang ditemukan pada Galaxy Tab 3V).

Diluncurkannya Windows 8, sistem operasi yang merupakan jawaban Microsoft untuk era tablet, sayangnya tak memuluskan langkah Intel untuk merajai pasar tablet. Sistem operasi ini kurang diterima oleh pasar, karena antarmukanya yang dinilai terlalu “radikal”. Pembeli tablet Windows pun pada awalnya dibuat bingung dengan hadirnya tablet ARM berbasis Windows RT, sistem operasi Microsoft berumur pendek yang hanya bisa menjalankan aplikasi dari Windows Store. Kualitas dan kuantitas aplikasi “Metro” yang apa adanya pun tak membantu.

Pada akhirnya, setelah menengok kegagalan Microsoft Surface (bukan Surface Pro, yang berbasis Intel Core dan cukup sukses, terutama di kalangan pengguna industri kreatif) dan tablet Windows berbasis ARM lainnya, Microsoft pun “melipat” proyek Windows RT, dan menggratiskan lisensi Windows 8.1 plus Office 365 selama setahun untuk perangkat berukuran lebih kecil dari 8 inci. Intel pun menyambut baik niat Microsoft tersebut, dan menyubsidi SoC berbasis Bay Trail sejak 2014. Subsidi dari Microsoft dan Intel inilah yang memungkinkan banyak tablet Windows dijual dengan harga murah, di bawah 100 dolar. Tablet Windows murah ini bukan saja diedarkan di negara maju, pabrikan di negara berkembang pun tak ketinggalan merilis produk berbasis Bay Trail, salah satunya Advan dengan seri Windroid.

Bagaimana penerimaan pasar atas subsidi tersebut? Sayangnya, karena banyak orang trauma dengan “lambatnya” kinerja Atom, maka tablet-tablet murah berbasis Bay Trail (atau penerusnya, Cherry Trail dan Silvermont) agak kurang dilirik. Penggantian nama prosesor menjadi Celeron dan Pentium pun tak membuahkan hasil yang menyenangkan, bahkan justru membingungkan pembeli karena Intel masih merilis Celeron dan Pentium dengan arsitektur Core, yang tentunya jauh lebih cepat (dan mahal) dari Celeron dan Pentium berbasis Atom. Padahal, sebenarnya kinerja prosesor Bay Trail dan penerus-penerusnya jauh berbeda dibanding Atom zaman dahulu. Kini, komputer dengan Bay Trail dapat memutar video HD tanpa patah-patah, suatu hal yang mustahil dilakukan oleh Atom generasi sebelumnya tanpa bantuan dekoder (seperti Broadcom CrystalHD) atau kartu video tambahan (seperti nVidia ION). Kinerja komputasinya pun sudah meningkat, dan sangat memadai untuk kegiatan berkomputer sehari-hari.

Dirilisnya Apollo Lake sebagai pembaruan dari Silvermont, yang bertepatan dengan musim belanja sekolah, diharapkan dapat meningkatkan penjualan komputer pribadi, yang terus menurun jumlahnya dari tahun ke tahun. Berminat membeli? Tunggu saja perangkat dengan prosesor Atom, Pentium, dan Celeron seri N di pasar komputer terdekat.

Artikel terkait

Berikan komentar

Email Anda tidak akan kami publikasikan. Wajib diisi *